Atapari : 1 M Penanganan Stunting Maluku Tak Berhasil

AMBON,PG.COM : Anggaran penangan stunting sebesar 9 persen dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Maluku sekitar Rp 1 miliar lebih, tak tepat sasaran.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Propinsi Maluku, Samson Atapari kepada awak media di karang panjang Ambon, pada Rabu (12/07/2023).
Menurut Atapari, Sebagian besar dari anggaran tersebut justru digunakan untuk kegiatan lain. Diantaranya, perjalanan dinas sebesar Rp 757,110,000 dan Rp 300,763,600 dipergunakan untuk operasional. Sementara terkait intervensi belanja penanganan Lokus atau kasus stunting, jumlahnya nol rupiah.
“Sebagai unjung tombak untuk penanganan stunting di pemerintah daerah, fakta yang kita temukan dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, sangat memprihatinkan. Dimana dari anggaran yang disediakan khusus untuk stunting sebesar Rp 1 miliar lebih, nihil dipergunakan untuk penanganan lokus stunting atau tidak tepat sasaran,” jelasnya.
Sebagian besar dari anggaran tersebut justru digunakan untuk kegiatan lain. Diantaranya, perjalanan dinas sebesar Rp 757,110,000 dan Rp 300,763,600 dipergunakan untuk operasional. Sementara terkait intervensi belanja penanganan Lokus atau kasus stunting, jumlahnya nol rupiah.
“Kalau sudah begini, bagaimana stunting bisa turun, kalau dinas ujung tombak dalam hal ini Dinkes sudah seperti itu,” ucapnya.
Bukan hanya Dinkes, tapi hal yang sama juga terjadi pada OPD lainnya, yang penggunaan anggaran stunting hampir semuanya tidak tepat sasaran.
“Seperti apa yang disampaikan pak presiden, kalau dana stunting di Pemda Maluku 80 persen lebih, banyak digunakan untuk perjalanan dinas dan operasional. 20 persen lainnya untuk intervensi Lokus atau kasus bayi stunting,” sebutnya.
Alhasil, kondisi stunting di Maluku tidak mengalami penurunan yang seginifikan. Tidak mencapai target yang ditetapkan,
Sebagai contoh, lanjut Atapary, Maluku di tahun 2021 berada pada posisi 28,7 persen. Sementara target yang ditetapkan dalam LPJ tahun 2022, penurunan stunting 23 persen. Tapi kenyataannya, capainnya hanya 26,7 persen.
“Itu kenapa, anggaran stunting yang begitu banyak dialokasi ke OPD, hampir 80 persen hanya untuk perjalanan dinas dan operasional. Bahkan Dinkes sebagai unjung tombak itu 100 persen dipakai untuk perjalanan dinas dan operasional, sehingga anggaran lokusnya itu nol persen atau tidak ada,” pintanya.
Angka itu, sambungnya, merupakan basis data yang disampaikan Pemda Maluku lewat OPD.
Olehnya itu, komisi meminta agar tim penanganan stunting segera dikembalikan kepada tim percapatan penurunan stunting yang diketuai oleh Wakil Gubernur, lantaran memiliki dasar hukum dan ketentuan sesuai perundang-undang. Bukan dikelola oleh Ketua PKK yang diberi gelar Bunda Parenting, lalu melakukan penanganan stunting yang sifatnya hanya membuang anggaran, tanpa menyentuh langsung kepada lokus stunting.
“Jadi kita hanya ingin koreksi, karena ini kebijakan Pemerintah Pusat. Walau Gubernur Maluku saat ini sudah bukan ketua DPD PDIP, tapi masih menjadi tanggungjawab partai yang mengusung. Jadi kalau gagal, bukan hanya berkaitan dengan gubernur, tapi partai pengusung juga bisa dikatakan gagal dalam menyelanggarakan lima tahun pemerintahan,”ujarnya.
Untuk itu, tegasnya, sebelum mengakhiri periodesasi tahun 2024 dan belum tutupnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Maluku Tahun 2019 – 2024, Komisi IV mengingatkan agar Gubernur jangan lagi menyerahkan penanganan stunting ke Ketua PKK. Tapi kembali diserahkan ke Wagub sebagai penanggungjawab, sehingga target Pempus ditahun 2024 20 persen bisa tercapai seperti yang diharapakan. (PG-01)