Modus Bisnis Cengkeh ,Ibrahin Jadi Korban

Kuasa Hukum tersangka Tata Ibrahim, Hamdani Laturua, SH

AMBON, PG. COM : Dengan Modus bisnis jual-beli hasil bumi Cengkeh Tata Ibrahim Jadi korban kejahatan kejahatan dari tersangka Faradiba Yusuf alias Fara, dalam kasus korupsi dan TPPU nasabah pada KCU BNI Ambon,ungkap Kuasa Hukum tersangka Tata Ibrahim, Hamdani Laturua, SH, dalam jumpa pers di Kantor DPW Partai NasDem Maluku, Selasa (28/4/2020)

“Kliennya hanyalah korban kejahatan dari tersangka Faradiba Yusuf alias Fara, dalam kasus korupsi dan TPPU nasabah pada KCU BNI Ambon ”

Untuk diketahui kliennya sejak awal berkenalan dan berbisnis dengan Fara, hanya dalam bentuk usaha jual-beli hasil bumi cengkeh.

“Perlu saya luruskan bahwa klien saya tidak pernah mengetahui apa yang sudah dilakukan Fara selama ini. Yang klien saya tahu hanya diajak Fara untuk berbisnis cengkeh saja, dan klien saya sudah melakukan investasi atas bisnis cengkeh tersebut,” tegas Hamdani, dalam jumpa pers di Kantor DPW Partai NasDem Maluku, Selasa, 28 April 2020.

Ia menceritakan, perkenalan Tata Ibrahim dengan Faradiba Yusuf berawal dari pertemuan dalam kegiatan Pelatihan Brevet-Kredit yang diikuti para pemimpin BNI wilayah Timur Indonesia, di Hotel Kolonial Makassar pada Februari 2018 lalu.

Dari Provinsi Maluku, lanjut Hamdani, di wakili oleh Faradiba Yusuf sebagai Pimpinan Kantor Cabang Pembantu (KCP) BNI Waihaong Kota Ambon, Teki sebagai pimpinan KCP Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Ishak sebagai pimpinana KCP Piru Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

“Dalam kegiatan itu, Tata satu kelas dengan Fara dan duduk bersebelahan. Sehingga sebagai sesama teman pelatihan, mereka saling berkomunikasi dan shering, baik hal-hal yang berkaitan dengan materi pelatihan, maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan bisnis pribadi masing-masing selaku pegawai bank,” ungkap Hamdani.

Saat itu juga ada salah satu peserta BNI dari Ambon yang memperkenalkan Fara sebagai pegawai BNI yang memiliki usaha cukup banyak dan sukses. Antara lain, saha jual-beli hasil bumi cengkeh, usaha tenda, rumah makan dan salon.

“Akhirnya Tata ditawari bisnis cengkeh oleh Fara sambil mengatakan kalau ada modal ayo bergabung investasi, agar dapat juga merasakan hasil bisnis cengkeh, karena prosesnya cepat dan untungnya lumayan,” tutur ketua DPW Partai Nasdem Maluku itu.

Selesai dari kegiatan pelatihan dan semua peserta telah kembali ke daerahnya masing-masing, lanjut Hamdani, Fara masih terus menghubungi Tata untuk bergabung dengannya dalam bisnis jual-beli Cengkeh. Hingga akhirnya Tata mengikuti ajakan Fara pada Oktober 2018.

“Sebelum mengikuti ajakan Fara, terlebih dahulu Tata sudah mencari informasi mengenai bisnis cengkeh dari ibu Irma Aziz yang juga karyawan BNI Makassar. Dan ternyata beliau (Irma Azis) telah mendahului berinvestasi dalam usaha jual-beli cengkeh yang dilakukan oleh Fara,” terang Hamdani.

Atas informsi tersebut, maka pada 16 Oktober 2018, Tata melakukan investasi atau mengirim uang sebagai modal kepada Fara melalui rekening CV Farel sebesar Rp 1 miliar, untuk membeli cengkeh sebanyak 10 ton. Dengan harga Rp 100.000/kg, dan akan dijual seharga Rp 110.000/kg.

“Data transfer secara detail dapat dilihat pada laporan transaksi jual-beli cengkeh antara Tata dengan Fara selama satu tahun, terhitung sejak 16 Oktober 2018 sampai dengan 27 September 2019,” beber Hamdani.

Kurang lebih selama setahun perjalanan bisnis jual-beli cengkeh berjalan lancar, lanjut Hamdani, sejak saat itu setiap Fara meminta modal untuk jual-beli cengkeh, Tata langsung mentransfer, karena Fara tidak pernah cedera janji dalam setiap transaksi, dan pembayaran selalau tepat waktu sesuai kesepakatan.

“Sistem transaksi yang dilakukan adalah setiap saudari Fara melaporkan adanya stock cengkeh, dan Tata melihat lagi jumlah uang beliau yang tersedia. Jadi, pembelian investasi modal rata-rata dalam satu bulan kemudian dikembalikan lagi modal dan keuntungannya,” ungkap Hamdani.

Ia menjelaskan, masalah mulai terjadi pada September 2019. Saat itu Fara meminta modal cukup besar yakni 500 ton atau dengan harga total sekitar Rp 46 miliar, dengan alasan cengkeh lagi banyak. Padahal modal Tata belum dibayar atau dikembalikan oleh Fara sekitar 100 ton atau modalnya waktu itu adalah Rp 9,3 miliar.

Waktu itu dana Tata terbatas, sehingga Tata hanya mengirim uang atau modal untuk harga 80 ton saja dengan uang sebesar Rp 7.440.000.000, yang di transfer sebanyak dua kali ke rekening BCA atas nama Soraya Pelu sebesar Rp 4.650.000,000, dan ke rekening Fara sebesar Rp 2.790.000.000.

“Pada saat jatuh tempo pembayaran, Fara sudah susah dihubungi, telepon tidak angkat, WhatsApp tidak dibalas sampai pada akhirnya ada informasi kalau yang bersangkutan telah ditangkap karena melakukan kejahatan,” tutur Hamdani.

“Dan saat itu klien saya (Tata) sangat stress dan panik, karena modal yang diberikan sebesar Rp 13.440.000.000, belum dikembalikan oleh Fara,” tambahnya.

Setelah diketahui bahwa Fara ketahuan melakukan kejahatan dan selalu melakukan transaksi dengan Tata, akhirnya Tata pun ikut diperiksa oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. Padahal, Tata hanya menempatkan modalnya kepada Fara dalam hal berbisnis jual-beli cengkeh, yang mana selama ini Tata tidak tahu dan tidak pernah curiga kalau Fara melakukan kejahatan di Ambon. Sebab, Tata tidak pernah secara langsung memeriksa bisnis Fara di Ambon.

“Tata juga telah diperiksa oleh satuan internal audit BNI wilayah Makassar, dan terbukti tidak ada kejanggalan kas kantor BNI, apalagi selisih uang kantor BNI. Karena modal bisnis Tata adalah modal pribadi dan patungan dengan teman bisnis Tata,” jelas Hamdani.

Dan setelah Tata dipanggil oleh legal BNI untuk diperiksa di Krimsus Polda Maluku hingga 10 kali pemeriksaan selaku saksi dari November sampai dengan Februari 2020, hingga akhirnya pada pemeriksaan ke 11, Tata berubah status dari saksi menjadi tersangka.

“Tata sangat menyayangkan sekali karena beliau justru korban modal yang tidak dikembalikan oleh Fara, namun justru jadi tersangka dan dianggap kerjasama dengan Fara melakukan kejahatan,” sesal Hamdani.

Ia juga merincikan, jumlah besaran uang atau investasi modal dari Tata selama satu tahun dalam usaha/bisnis jual-beli cengkeh yang dilakukan oleh Faradiba Yusuf sebesar Rp 94.680.000.000.

Dari total modal investasi sebesar Rp 94.680.000.000 itu, kata Hamdani, Fara baru mengembalikan uang atau modal milik Tata sebesar Rp 76.409.000.000. Sehingga, masih terdapat selisih atau utang yang harus di bayar atau dikembalikan kepada Tata sebesar Rp 18.271.000.000.

“Dari fakta materil hukum ini justru klien kami adalah sebagai korban, namun sayang klien kami ditetapkan sebagai tersangka. Padahal posisi klien kami sebagai investor. Kami menduga ada atensi khusus terhadap klien kami untuk ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, ada orang lain yang bersama-sama melakukan investasi ke Fara, namun tidak ditetapakan sebagai tersangka,” pungkasnya (PG-02).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *