Reses di SBB, Atapari Jelaskan UU Desa dan Permendagri

AMBON,PG.COM : Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil V Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) , Samson Atapary kunjungi beberapa Negeri dan Desa SBB dalam masa reses. salah satu di antaranya Negeri IHA Kecamatan Huamual Kabupaten SBB.

Saat melakukan reses di Negeri Iha, dan di minta khusus oleh Bapak Raja Negeri IHA dan jajarannya juga lembaga adat Negeri IHA . Mereka mintakan untuk memsosialisasikan atau menyampaikan materi tentang pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 tahun 2014 tentang kesatuan masyarakat hukum adat .selasa (13/09/2022)

Kaitan dengan dua peraturan itu, menurut Politisi PDI Perjungan Maluku Itu, mereka juga ingin mengetahui bagaimana posisi Negeri Adat dan Desa .Apa dampak dari Negeri-Negeri Adat yang tidak melaksanakan Pemerintahan Adat , kaitan dengan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.

“Dari situ saya coba jelaskan posisi apa keuntungan dan kerugian dari Negeri Adat dan Desa, terutama terkait dengan penyelenggara Pemerintahan Adat, peradilan Adat dan hak perlindungan atas tanah petuanan atau tanah ulayat,” ujar Atapari yang juga mantan pengacara.

Di jelaskan, Permintaan ini sebenarnya meresfon kebijakan Pejabat Bupati Kabupaten SBB dan Dinas Pemerintahan Desa (Pemdes)yang ingin melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades ) tahap III , tetapi tidak melaksanakan yang namanya penerapan Negeri Adat di SBB.

Sehingga mereka kwatir pada saat mengikuti Pilkades tahap III yang Pemda SBB hanya menyediakan instrumen hukum dengan Peraturan Daerah ( Perda ) Desa maka mereka merasa hak-hak mereka sebagai Negeri Adat itu tidak terjamin.

Karena di Negeri IHA sejak dulu proses menentukan Raja itu dengan mekanisme adat, dan tidak lewat pemilihan wantman wantput sesuai dengan apa yang di inginkan oleh Pemda SBB pada saat Pelkades yang hanya memakai Perda Desa dan tidak mau Perda Negeri .

Itu berarti sebut Atapary, nanti di Iha itu hanya melakukan pemilihan. Sehingga kalua itu terjadi maka kearifan dan kebiasaan adat yang selama ini terjadi di IHA itu bisah menjadi satu persoalan tatanan dan kearifan itu terdegradasi dan mereka akan merasa mengalami kerugian .

Dari posisi itu lanjut Atapari, mereka meminta masukan. Kira-kira dalam proses untuk Pilkades tahap III apakah kalau mereka mengabaikan mekanisme dan kearifan Adat itu akan mengalami kerugian bagi ni atau tidak.

“Sehingga dari situ saya coba menjelaskan tentang posisi UU No 6 tahun 2014 dan Permendagri No 52 tahun 2014 . Dari situ berpulang pada Bapak Raja, Pemerintah Negeri dan masyarakat IHA . Kira-kira memutuskan seperti apa berbagai masukan yang sudah di sampaikan,” ujar atapary (PG-02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *